Sabtu, 17 Desember 2016

PENGAPLIKASIAN MARHAENISME DALAM GERAKAN SARINAH





PENGAPLIKASIAN MARHAENISME DALAM GERAKAN SARINAH

Ungkapan besar untuk menggambarkan tahap perkembangan negara dan bangsa kita terhadap kondisi perempuan sekarang ini ialah bahwa Indonesia sedang bereksperimen dengan demokrasi. Karena hakikatnya yang dinamis, maka demokrasi berwujud melalui percobaan demi percobaan didalam pelaksanakannya. Amat sulit diingkari bahwa pada tahap percobaan kita berdemokrasi sekarang ini telah banyak terjadi kekurangan. Terkait dengan perasalahan perempuan, merupakan gabungan  dari persoalan-persoalan bangsa yang terhimpun menjadi sesuatu yang kompleks, Itulah sebabnya Permasalahan perempuan tidak dapat dipisahkan dengan permasalahan yang lain. Jika kita bicara tentang adanya krisis yang mengancam kehidupan bangsa, salah satu deferensiasi dari persoalan bangsa ini adalah persoalan pada kaum perempuannya.
Seperti yang lainnya, Indonesia dibangun antara lain oleh imaginasi mengenai sebuah negara dan bangsa. Sehingga konsep ideal tatanan masyarakat berbangsa dan bernegara selalu menjadi cambuk dalam mengatur ritme pemerintahan. Salah satunya adalah didalam kebijakan dan strategi mengenai pemberdayaan perempuan dalam Agenda Pembangunan Nasional dicantumkan tentang visi dan misi Pemberdayaan Perempuan. Visi pemberdayaan perempuan adalah mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, kesejahteraan dan perlindungan anak dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Jelas didalam klausa tersebut tuntutan kesejahteraan perempuan dapat diwujudkan didalam kehidupan dengan melibatkan seluruh komponen dan lapisan masyarakat.  Dewasa ini persoalan perempuan sudah muncul dipermukaan sebagai suatu fenomena  yang sudah tidak jarang lagi. Bahkan bukan hal tabu untuk dibicarakan karena kasus yang terjadi dimasyarakat pun sudah sangat beragam, sehingga persoalan perempuan dari tingkat sederhana hingga kompleks  saat ini telah menjadi komoditi oleh beberapa pihak.
Pada kaca mata histori, pergulatan soal perempuan juga sudah terjadi walaupun pada konteks yang berbeda. Salah satu Founding Father bangsa, Soekarno bukanlah seorang pemikir yang memfokuskan perhatian pada masalah perempuan, namun beliau adalah seorang negarawan yang memikirkan masalah perempuan melalui pemikiran-pemikirannya yang tertuang didalam buku Sarinah. Didalamnya beliau mengatakan dengan tegas bahwa masalah perempuan adalah tentang masyarakat dimana kaum perempuan mempunyai kewajiban yang sama bersama  dengan kaum lelaki didalam pembangunan bangsa. Bung Karno dan pemikiran-pemikrannya jelas menyatakan bahwa  terdapat kontradiksi dari hubungan laki-laki dengan perempuan, serta kontradiksi sosial-ekonomi yang menjadi sumber bagi ketertindasan  yang bernuansa gender. Pertentangan tentang bagaimana peran-peran yang mencoba dibangun oleh kaum hawa dalam ranah publik, untuk sebagian besar bukan lagi menjadi permasalahan yang relevan. Meskipun dapat kita rasakan bahwa kesetaraan tidak dapat dinikmati oleh kaum hawa secara keseuruhan,  Pada kelompok tertentu keberadaan perempuan telah diatur sesuai dengan lingkungan,  kesempatan dan pengaruh sosial dimana seseorang diberada.
Permasalahan hakiki  terkait dengan ketidak meratanya konsepsi berfikir ini tentu saja tidak dapat dipisahkan karena belum adanya kesejahteraan sosial yang merata di negara kita, hal ini merupakan sebuah hukum kausalitas  ketika bangsa masih belum mencapai tingkat kemakmuran yang sesuai dengan trisakti sebagai cita-cita kemerdekaan bangsa, salah satunya adalah belum adanya keberdikarian dalam perekonomian yang dapat menjangkau pada berbagai lini ini yang kemudian terdeferensiasi menjadi permasalahan pada ranah praksis. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan  pokok yang diejawantahkan dengan kemakmuran ini kemudian merupakan ending point terhadap setiap permasalahan bangsa.  Jika kita melihat pada sisi keperempuanan, berapa banyak perempuan yang dirugikan karena sistem yang tidak dapat dikatakan adil baik secara moral dan material. Contoh kasuistik upah buruh untuk perempuan yang tidak relevan dengan keringat yang sudah dikeluarkan adalah determinasi dari keadaan bangsa yang belum memihak pada kepentingan rakyat, cerminan ketimpangan sosial ini sepertinya sudah menjadi cultur yang sulit untuk dirubah karena sudah menjadi sistem yang mengakar.
Persoalan  yang perlu diingat pula adalah kenyataan bahwa karakter dan kepribadian suatu bangsa tidak dapat terlepas dari peran sejarah bangsa tersebut, hal ini dapat pula menjadi salah satu permasalahan yang cukup mendasar. Permasalahannya adalah jika terjadi Ketidaktuntasan dalam memahami kondisi sosiologis sejarah, sehingga akan mengakibatkan ketimpangan dalam memahami suatu hal karena subjektifitas manusia  juga dapat terbentuk oleh sejarah. Bahkan, hal ini juga akan mempengaruhi dan berkaitan dengan persepsi dalam memilih prinsip serta landasan didalam kehidupan sehari-hari. Feodalisme yang sudah terjadi berpuluh-puluh tahun di negri ini masih menampakkan gejolak luar biasa ditengah kehidupan bersosial masyarakat, yang menjadi berbahaya adalah jika feodalime sudah menjelma menjadi suatu kepatuhan dan ketaatan yang dianggap suatu keharusan terhadap sesuatu  yang secara tidak langsung merugikan. Hal ini kemudian ditelan mentah-mentah oleh masyarakat khususnya kaum perempuan untuk mengabdikan diri sebagai suatu loyalitas tanpa batas ditengah kultur lingkungannya. Sekallipun demikian, Bung Karno dengan tegas meyatakan pula bahwa yang menjadi tolak ukur keberhasilan terhadap suatu emansipasi atau kesetaraan, bukanlah terletak pada bagaimana perempuan dan laki-laki saling menghebatkan diri dan mengunggulkan diri satu sama lain. Kerangka pergerakan dan perjuangan kaum  perempuan yang dapat membangun ;bangsa dikatakan Soekarno  bukanlah perjuangan yang menentang dan menegasikan adanya keberadaan laki-laki sebagai partner sekaligus penyeimbang didalam pembangunan bangsa ini. Melainkan perjuangan secara bersama-sama menuju cita-cita sosialisme Indonesia.
Dari berbagai permasalahan dan kontradiktif sosial yang terjadi, sarinah sebagai representasi dari kaum perempuan yang hadir di jaman global ini perlu malakukan penataan ulang terhadap strategi dan pencapaian konkrit didalam ikut serta dalam penyelesaian persoalan bangsa. Khususnya persoalan yang masih membelenggu kaum perempuan baik pada ranah domestik hingga publik, sehingga perlu melakukan pembongkaran  cara pandang dan metode berfikir sesuai dengan ideologi Marhaenisme sebagai pisau analisis  dalam membedah  persoalan bangsa dan negara.
 


Oleh   : Susi Sukarno Putri (Sarinah GMNI Bojonegoro)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar