Ungkapan besar untuk menggambarkan tahap
perkembangan negara dan bangsa kita terhadap kondisi perempuan sekarang ini
ialah bahwa Indonesia sedang bereksperimen dengan demokrasi. Karena hakikatnya
yang dinamis, maka demokrasi berwujud melalui percobaan demi percobaan didalam
pelaksanakannya. Amat sulit diingkari bahwa pada tahap percobaan kita
berdemokrasi sekarang ini telah banyak terjadi kekurangan. Terkait dengan
perasalahan perempuan, merupakan gabungan dari persoalan-persoalan bangsa
yang terhimpun menjadi sesuatu yang kompleks, Itulah sebabnya Permasalahan
perempuan tidak dapat dipisahkan dengan permasalahan yang lain. Jika kita
bicara tentang adanya krisis yang mengancam kehidupan bangsa, salah satu
deferensiasi dari persoalan bangsa ini adalah persoalan pada kaum perempuannya.
Seperti yang lainnya, Indonesia dibangun
antara lain oleh imaginasi mengenai sebuah negara dan bangsa. Sehingga konsep
ideal tatanan masyarakat berbangsa dan bernegara selalu menjadi cambuk dalam
mengatur ritme pemerintahan. Salah satunya adalah didalam kebijakan dan
strategi mengenai pemberdayaan perempuan dalam Agenda Pembangunan Nasional
dicantumkan tentang visi dan misi Pemberdayaan Perempuan. Visi pemberdayaan
perempuan adalah mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, kesejahteraan dan
perlindungan anak dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat berbangsa dan
bernegara. Jelas didalam klausa tersebut tuntutan kesejahteraan perempuan dapat
diwujudkan didalam kehidupan dengan melibatkan seluruh komponen dan lapisan
masyarakat. Dewasa ini persoalan perempuan sudah muncul dipermukaan
sebagai suatu fenomena yang sudah tidak jarang lagi. Bahkan bukan hal
tabu untuk dibicarakan karena kasus yang terjadi dimasyarakat pun sudah sangat
beragam, sehingga persoalan perempuan dari tingkat sederhana hingga
kompleks saat ini telah menjadi komoditi oleh beberapa pihak.
Pada kaca mata histori, pergulatan soal
perempuan juga sudah terjadi walaupun pada konteks yang berbeda. Salah satu
Founding Father bangsa, Soekarno bukanlah seorang pemikir yang memfokuskan
perhatian pada masalah perempuan, namun beliau adalah seorang negarawan yang
memikirkan masalah perempuan melalui pemikiran-pemikirannya yang tertuang
didalam buku Sarinah. Didalamnya beliau mengatakan dengan tegas bahwa masalah
perempuan adalah tentang masyarakat dimana kaum perempuan mempunyai kewajiban
yang sama bersama dengan kaum lelaki didalam pembangunan bangsa. Bung
Karno dan pemikiran-pemikrannya jelas menyatakan bahwa terdapat
kontradiksi dari hubungan laki-laki dengan perempuan, serta kontradiksi
sosial-ekonomi yang menjadi sumber bagi ketertindasan yang bernuansa
gender. Pertentangan tentang bagaimana peran-peran yang mencoba dibangun oleh
kaum hawa dalam ranah publik, untuk sebagian besar bukan lagi menjadi
permasalahan yang relevan. Meskipun dapat kita rasakan bahwa kesetaraan tidak
dapat dinikmati oleh kaum hawa secara keseuruhan, Pada kelompok tertentu
keberadaan perempuan telah diatur sesuai dengan lingkungan, kesempatan
dan pengaruh sosial dimana seseorang diberada.
Permasalahan hakiki terkait dengan
ketidak meratanya konsepsi berfikir ini tentu saja tidak dapat dipisahkan
karena belum adanya kesejahteraan sosial yang merata di negara kita, hal ini
merupakan sebuah hukum kausalitas ketika bangsa masih belum mencapai
tingkat kemakmuran yang sesuai dengan trisakti sebagai cita-cita kemerdekaan
bangsa, salah satunya adalah belum adanya keberdikarian dalam perekonomian yang
dapat menjangkau pada berbagai lini ini yang kemudian terdeferensiasi menjadi permasalahan
pada ranah praksis. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok yang
diejawantahkan dengan kemakmuran ini kemudian merupakan ending point terhadap
setiap permasalahan bangsa. Jika kita melihat pada sisi keperempuanan,
berapa banyak perempuan yang dirugikan karena sistem yang tidak dapat dikatakan
adil baik secara moral dan material. Contoh kasuistik upah buruh untuk
perempuan yang tidak relevan dengan keringat yang sudah dikeluarkan adalah
determinasi dari keadaan bangsa yang belum memihak pada kepentingan rakyat,
cerminan ketimpangan sosial ini sepertinya sudah menjadi cultur yang sulit
untuk dirubah karena sudah menjadi sistem yang mengakar.
Persoalan yang perlu diingat pula adalah
kenyataan bahwa karakter dan kepribadian suatu bangsa tidak dapat terlepas dari
peran sejarah bangsa tersebut, hal ini dapat pula menjadi salah satu
permasalahan yang cukup mendasar. Permasalahannya adalah jika terjadi
Ketidaktuntasan dalam memahami kondisi sosiologis sejarah, sehingga akan
mengakibatkan ketimpangan dalam memahami suatu hal karena subjektifitas
manusia juga dapat terbentuk oleh sejarah. Bahkan, hal ini juga akan
mempengaruhi dan berkaitan dengan persepsi dalam memilih prinsip serta landasan
didalam kehidupan sehari-hari. Feodalisme yang sudah terjadi berpuluh-puluh
tahun di negri ini masih menampakkan gejolak luar biasa ditengah kehidupan
bersosial masyarakat, yang menjadi berbahaya adalah jika feodalime sudah
menjelma menjadi suatu kepatuhan dan ketaatan yang dianggap suatu keharusan
terhadap sesuatu yang secara tidak langsung merugikan. Hal ini kemudian
ditelan mentah-mentah oleh masyarakat khususnya kaum perempuan untuk
mengabdikan diri sebagai suatu loyalitas tanpa batas ditengah kultur
lingkungannya. Sekallipun demikian, Bung Karno dengan tegas meyatakan pula
bahwa yang menjadi tolak ukur keberhasilan terhadap suatu emansipasi atau
kesetaraan, bukanlah terletak pada bagaimana perempuan dan laki-laki saling
menghebatkan diri dan mengunggulkan diri satu sama lain. Kerangka pergerakan
dan perjuangan kaum perempuan yang dapat membangun ;bangsa dikatakan
Soekarno bukanlah perjuangan yang menentang dan menegasikan adanya
keberadaan laki-laki sebagai partner sekaligus penyeimbang didalam pembangunan
bangsa ini. Melainkan perjuangan secara bersama-sama menuju cita-cita
sosialisme Indonesia.
Dari berbagai permasalahan dan kontradiktif
sosial yang terjadi, sarinah sebagai representasi dari kaum perempuan yang
hadir di jaman global ini perlu malakukan penataan ulang terhadap strategi dan
pencapaian konkrit didalam ikut serta dalam penyelesaian persoalan bangsa.
Khususnya persoalan yang masih membelenggu kaum perempuan baik pada ranah
domestik hingga publik, sehingga perlu melakukan pembongkaran cara
pandang dan metode berfikir sesuai dengan ideologi Marhaenisme sebagai pisau
analisis dalam membedah persoalan bangsa dan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar